Anemia? Apakah saya juga?
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Anemia adalah keadaan dimana tubuh memiliki jumlah sel darah merah yang lebih rendah dari jumlah normal. Anemia merupakan kondisi dimana tubuh tidak mendapat asupan oksigen dari darah. Hal ini disebabkan karena darah tidak mengandung cukup hemoglobin sebagai protein yang kaya akan zat besi dan membantu membawa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya, seseorang bisa saja merasakan lelah atau lemah. Selain itu, gejala lain yang mungkin muncul seperti sesak napas, pusing, atau sakit kepala.
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit ( red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carring capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit (Bakta IM, 2011).
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis (proses pembentukan eritrosit), karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. (Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG, 2011)
Berikut beberapa proses bagaimana anemia terjadi:
1. Metabolisme besi
Tanpa besi, sel dapat kehilangan kemampuannya untuk mengantar elektron dan metabolisme energi. Pada sel eritroid, tanpa adanya zat besi maka sintesa hemoglobin tidak akan berjalan dengan baik. Sehingga menyebabkan anemia dan penurunan hantaran O2 ke jaringan. (Edward J, Benz JR , 2008)
2. Patogenesis
Cadangan besi yang menurun dapat disebabkan oleh adanya pendarahan menahun. Kondisi ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Hal ini dapat ditinjau dari peningkatan absorbs besi dalam usus, penurunan kadar feritin serum, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila cadangan besi terus menurun maka kelamaan akan kosong, sehingga eritropoesis terganggu. Kondisi ini disebut iron deficient erythropoesis(belum bisa disebut anemia). Apabila proses eritropoesis terganggu secara terus menerus, maka kadar hemoglobin juga akan menurun. Keadaan inilah yang disebut dengan anemia hipokromik mikrositer/iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya. ( Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG, 2011)
Anemia defisiensi besi dapat menimbulkan beberapa gejala. Sebagian besar dari gejala anemia cenderung ringan sehingga tidak mudah dikenali/ tidak terdeteksi. Gejala anemia ini sifatnya akan semakin terlihat jelas ketika kandungan zat besi dalam darah semakin berkurang/ anemia bertambah parah. Gejala anemia, seperti:
· Telinga berdengung.
· Kuku menjadi rapuh atau gampang patah.
· Rambut mudah patah atau rontok.
· Luka terbuka di ujung mulut.
· Nafsu makan menurun, terutama pada bayi dan anak-anak.
· Pucat.
· Pusing atau pening,
· Kaki dan tangan dingin.
· Kesemutan pada kaki.
· Lidah bengkak atau terasa sakit.
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Makanan yang sedikit mengandung zat besi
Setiap hari, orang dewasa setidaknya membutuhkan zat besi sebanyak 8 mg. Kebutuhan itu bertambah besar pada anak-anak dan wanita berusia 50 tahun, yaitu sejumlah 18 mg. Maka jika mengkonsumsi makanan yang sedikit mengandung zat besi, maka kebutuhan tidak akan tercukupi.
2. Masa kehamilan
Anemia defisiensi besi dapat menyerang wanita hamil karena simpanan zat besi dalam tubuhnya digunakan untuk memenuhi volume darah tubuhnya yang meningkat, sekaligus memenuhi kebutuhan hemoglobin untuk perkembangan janin.
3. Perdarahan
Pendarahan tentu akan menyebabkan anemia. Anemia akan terjadi ketika seseorang kehilangan banyak sel darah merah dan zat besi dalam darah. Pendarahan dapat terjadi pada wanita yang mengalami menstruasi, juga seseorang yang secara terus menerus mengkonsumsi obat antiinflamasi nonsteroid, dan lain – lain.
4. Malabsorpsi zat besi
Ketidakmampuan usus halus untuk menyerap zat besi dengan baik. Terjadi seperti pada seseorang dengan riwayat operasi usus atau celiac sehingga menyebabkan anemia defisiensi besi. Selain itu, konsumsi obat maag, teh, kopi, susu, produk makanan dari susu, serta makanan dengan tingkat asam fitat yang tinggi, misalnya sereal, dapat menghambat penyerapan zat besi dari makanan.
Demikian beberapa faktor yang membuat seseorang lebih rentan terkena anemia defisiensi besi, yaitu: vegetarian, wanita dalam masa subur, masalah pada bayi, mendonorkan darah secara rutin.
Anemia defisiensi besi dapat ditangani dengan cara mengembalikan kadar zat besi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh. Demikian terdapat beberapa cara:
1. Meningkatkan asupan zat besi
Meningkatkan asupan besi dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi:
· Daging merah, ayam, serta ati ayam.
· Kacang-kacangan seperti kacang hitam, kacang hijau, kacang merah.
· Makanan laut atau boga bahari seperti tiram, kerang dan ikan.
· Sayuran berdaun hijau, seperti bayam dan brokoli.
· Sereal yang diperkaya zat besi.
· Buah kering, seperti kismis dan aprikot.
· Makanan yang mengandung vitamin C (untuk membantu proses penyerapan zat besi).
· Suplemen penambah zat besi.
2. Mengatasi penyebab anemia defisiensi zat besi
Penanganan dengan cara pemberian obat (biasanya jika anemia disebabkan oleh pendarahan). Contohnya adalah kontrasepsi oral untuk wanita yang mengalami menstruasi dengan perdarahan berlebihan, atau antibiotik untuk mengatasi infeksi dalam usus. Sedangkan untuk perdarahan karena polip, tumor, atau miom, dokter akan melakukan prosedur operasi.
3. Transfusi sel darah merah
Ketika gejala anemia tidak dapat diatasi hanya dengan penggunaan suplemen, maka dilakukan transfuse sel darah merah.
Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. (2011). Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, Jakarta Pusat: Interna Publishing. 1127-32.
Edward J, Benz JR. (2008). Disorder of Hemoglobin. Dalam: Fauci, Braunwald E, penyunting. Harrison’s Principles of Internal Medicine (17th ed.). United states: The McGraw-Hill Companies.635-42.
Hoffbrand AV, Petit JE, Moss PAH.(2001). Essential hematology. (4th ed.). Oxford: Blackwell Science
Komentar
Posting Komentar